dc.description.abstract | ABSTRAK
Saidah, 2020. “Penafsiran Ayat-Ayat Gender Dalam Tafsir Nazarat Fi Kitab Allah Oleh Zainab Al-Ghazali” Skripsi, Jurusan Qur‟an Hadits, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda.” Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Mursalim, M.Ag dan Di Ajeng Laily H, M.Si.
Alquran dalam penafsirannya banyak menyita perhatian. Terutama pembahasan terkait dengan isu gender yang semakin diminati. Gender merupakan perbedaan perempuan dan laki-laki melalui tanggung jawab, perilaku, hak, fungsi dan peran. Sehingga muncul suatu anggapan yang mengatakan bahwa, dalam hal tafsir mufasir laki-laki lebih memihak laki-laki dari pada berlaku adil. Peneliti menggunakan beberapa isu-isu seperti kepemimpinan, kerelaan perempuan terhadap sistem pembagian warisan dan perceraian. Dikaji melalui pandangan mufasir perempuan Zainab Al-Ghazali dan kitab tafsirnya Nazarat Fi Kitab Allah. Ayat yang peneliti gunakan, surat Al-Nisa‟: 34, Al-Nisa‟: 32, AlBaqarah: 229. Bertujuan untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat gender menurut pandangan Zainab Al-Ghazali dalam Tafsir Nazarat Fi Kitab Allah dan untuk mengetahui posisi Zainab Al-Ghazali dalam menafsirkan isu gender tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan Sosial-historis. Menggunakan maudhu‟i (tematik) dengan memfokuskan pada riset tematik tokoh. Data diperoleh dari data primer kitab Tafsir Nazarat Fi Kitab Allah dan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel dan sumber lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan penafsiran Zainab Al-Ghazali dalam Tafsir Nazarat Fi Kitabillah. Kepemimpinan Al-Nisa‟: 34. Di dalam penafsirannya dapat di jelaskan bahwa ayat tersebut hanya memfokuskan kepemimpinan laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Zainab tidak menjelaskan lebih jauh terkait kepemimpinan di ruang publik, hal tersebut dapat dikarenakan Zainab tunduk pada tekstual ayat ini. Dapat disimpulkan bahwa laki-lakilah yang lebih utama menjadi pemimpin tertinggi dalam rumah tangga dan negara. Dalam hal ini Zainab lebih berpihak kepada laki-laki sebagai pemimpin. Demikian dengan Kerelaan Perempuan Terhadap Warisan Al-Nisa‟: 32. Pada penafsiran Zainab mengajak perempuan untuk dapat merelakan pembagian warisan 2: 1. Oleh karena itu perempuan tidak boleh merasa iri, karena ia akan mendapatkan ganjaran yang lain. Berdoalah, maka Allah akan menggantinya dengan lebih baik, Zainab lebih kepada laki-laki. Perceraian Al-Baqarah: 229. Pada ayat ini membicarakan perihal talak dan khulu‟ yang dapat dirujuk dan tidak dapat dirujuk. Serta terkait dengan tidak berhak meminta kembali maskawin dan istri yang memberikan tebusan. Pada isu ini penulis tidak menemukan Zainab berada diposisi mana. Tetapi dalam hal ini khulu‟ dapat merugikan atau menguntungkan. | en_US |