Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019_ Tentang Dispensasi Nikah Anak Dibawah Umur di Pengadilan Agama Samarinda
Abstract
ABSTRAK
Abdul Muin, 2022. “Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019_ Tentang Dispensasi Nikah Anak Dibawah Umur di Pengadilan Agama Samarinda. Tesis. Program Studi Hukum Keluarga Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Abnan Pancasilawati, M.Ag sebagai pembimbing I dan Dr. H. Akhmad Haries, S.Ag. M.SI sebagai pembimbing II.
Bahwa perkawinan adalah perkara ibadah menurut Islam. Batas usia perkawinan merujuk Al-Qur’an dan Hadits tidak diatur rinci. Hukum positif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Bahwa usia minimal calon mempelai, 19 tahun baik laki-laki dan perempuan, ternyata ada mempelai belum cukup umur. Karena itu Mahkamah Agung menerbitkan peraturan (PERMA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tatacara Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Dalam implementasinya Pasal 15 PERMA 5 Tahun 2019 menyebut hakim dalam memeriksa anak yang dimohonkan dispensasi kawin dapat meminta rekomendasi psikolog, dokter/bidan, pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, pusat pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak (P2TP2A), komisi perlindungan anak Indonesia/daerah (KPAI/KPAD). Bahwa Pasal 15 ini dinilai belum seutuhnya dapat dilaksanakan hakim di Pengadilan Agama Samarinda.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (field reseach) menyandingkan pendekatan fenomenologis juga pendekatan normatif-empiris. Hasil wawancara hakim akan ditashih (disahkan) untuk disandingkan hasil penelusuran data berupa putusan dispensasi kawin di lingkup Pengadilan Agama Samarinda.
Hasil penelitian ini menetapkan pada 2019 terdapat total 101 perkara dispensasi kawin. Ragam putusannya yakni 4 dicabut, 88 dikabulkan, 1 ditolak, 1 tidak diterima, 1 digugurkan hakim. Selanjutnya pada 2020 terdapat 248 perkara dispensasi kawin. Amar putusannya 241 perkara. Dicabut 4 perkara, tidak diterima 2 dan 1 digugurkan hakim. Pada 2021 terdapat 253 perkara. Putusannya beragam, 5 dicabut, 231 dikabulkan, 5 ditolak, 6 tidak diterima dan 2 dinyatakan gugur. Jika dianalisa, hakim memutus mendasarkan pertimbangan materiil dan formilnya. Justru implementasi Pasal 15 PERMA 5 Tahun 2019 belum sepenuhnya dapat dilakukan mengingat, Pengadilan Agama Samarinda belum bekerjasama dengan lembaga lain. Pun jika para pemohon disarankan meminta rekomendasi psikolog, hal itu tidak dipenuhi. Hakim tidak dapat memaksa rekomendasi diadakan, mengingat Pasal 15 terdapat frase kata “dapat” sehingga hakim berpendapat, bisa digunakan bisa tidak rekomendasi itu. Meski demikian,
putusan hakim tetap mempertimbangkan beberapa asas dalam Pasal 2 PERMA 5 Tahun 2019 yakni kepentingan terbaik bagi anak, perlindungan, pengasuhan, kesejahteraan, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum dan karena itulah putusan hakim mengabulkan dispensasi.