Implementasi Pembelajaran Inklusi Kelompok B Di Tk Negeri I Pembina Samarinda
Abstract
Konsep pendidikan inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya
penerimaan peserta didik yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum,
lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah. Hal ini membutuhkan adanya
penyesuaian yang harus dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Penyesuaian pendidikan (adaptive education) dilaksanakan dengan menyediakan
pengalaman-pengalaman belajar guna membantu masing-masing peserta didik
dalam meraih tujuan-tujuan pendidikan yang dikehendakinya. Penyesuaian
pendidikan dapat berlangsung tatkala lingkungan pembelajaran sekolah
dimodifikasi untuk merespon perbedaan-perbedaan peserta didik secara efektif dan
mengembangkan kemampuan peserta didik agar dapat bertahan dalam lingkungan
tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi
pembelajaran inklusi kelompok B di TK Negeri I Pembina Samarinda.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan pendekatan yang
digunakan adalah deskriptif analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah, guru, dan dokumen yang terkait fokus penelitian ini. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik
analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik analisa yang
dikembangkan oleh Milles Huberman, yaitu: reduksi data (data reduction), sajian
data (data display), dan penarikan kesimpulan (data conclusion).
Hasil penelitian menggambarkan bahwa implementasi pembelajaran inklusi
kelompok B di TK Negeri I Pembina Samarinda, melayani segala kebutuhan
peserta didik tanpa memandang segala perbedaan. Hal tersebut dapat dilihat dari:
(1) Komposisi kelas terdiri dari berbagai aspek keberanekaragaman, yaitu: peserta
didik non ABK, 1 ABK, 1 guru kelas merangkap menjadi Guru Pembimbing
Khusus (GPK), peserta didik dari berbagai agama dan status sosial ekonomi. Hal ini
bertujuan membelajarkan peserta didik untuk saling menghargai dan peka terhadap
sekelilingnya. (2) Setiap peserta didik diberi perlakuan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Hal ini dapat diamati ketika ABK belajar dan bermain bersama
dalam 1 kelas dengan peserta didik non ABK. Guru kelas memberikan bimbingan
khusus pada ABK untuk membantu dalam menyelesaikan kegiatan. (3) Sistem
Penerimaan Murid Baru berdasarkan usia anak dan tidak ada tes, meliputi;
observasi, pembelian formulir, dan pengisian data kondisi fisik anak. (4)
Menggunakan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merujuk kepada Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. (5) Pelaksanaan
pembelajaran meliputi: Penataan lingkungan (setting lingkungan sesuai dengan
sentra masing-masing; Kegiatan pembelajaran satu hari meliputi: kedatangan,
jurnal pagi, penyambutan, pijakan bermain, pijakan sebelum bermain, pijakan saat
main, pijakan setelah bermain. Pijakan bermain yaitu bermain di sentra; Pijakan
sebelum bermain: berbaris, berdo’a, ikrar, motorik kasar, bercerita, membahas
tema/sub tema, apersepsi, aturan main; Pijakan saat main yaitu anak melaksanakan
kegiatan bermain di sentra sesuai dengan minatnya, istirahat bermain di luar, makan dan toileting; Pijakan setelah bermain: Recalling, bernyanyi bersama,
mendengarkan cerita, syair, Informasi kegiatan esok hari, berdo’a pulang, pesan
pulang, kepulangan. (6) Peran kepala sekolah dan guru dalam penerapan
pendidikan inklusif yaitu menyusun program kegiatan selama 1 tahun. Sedangkan
peran orang tua dan komite sekolah yaitu: bekerja sama dalam program workshop
dan outing class. (7) Faktor pendukung dalam penerapan pendidikan inklusif, yaitu:
SDM dan orang tua. Sedangkan faktor penghambat dalam penerapan pendidikan
inklusif, yaitu: gedung sekolah, GPK, dan guru kelas dalam penanganan ABK. (8)
Cara mengatasi hambatan dalam penerapan pendidikan inklusif yaitu: memilih
peserta didik yang mampu menjangkau gedung sekolah, memilih GPK yang
berkompeten, melakukan sharing serta membaca buku yang berhubungan dengan
cara menangani ABK
Collections
- Laporan Penelitian [46]