dc.description.abstract | Bagi umat islam, Alquran adalah pedoman hidup. Mereka pada umumnya melakukan praktik resepsi terhadap Alquran dalam bentuk yang beragam, membaca, memahami, mengamalkan, bahkan dalam bentuk resepsi sosio-kultural. Resepsi tersebut didasari atas keyakinan bahwa interaksi dengan Alquran dapat menyelesaikan segala problematika yang terjadi dalam kehidupan. Pelbagai bentuk dan model praktik resepsi dan respon masyarakat itulah yang dalam kajian Alquran kontemporer dikenal dengan istilah ‘Living Qur’an’ atau ‘Al-Qur’an in everyday life’ (Alquran yang hidup di tengah-tengah masyarakat).
Model studi yang menjadikan fenomena yang hidup di tengah masyarakat Muslim terkait dengan Qur’an sebagai objek studi, sebenarnya merupakan studi fenomena sosial keagamaan. Namun karena fenomena ini erat kaitannya dengan keberadaan Al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat maka kajian ini dianggap layak untuk dijadikan model baru dalam penelitian Al-Qur’an di era kontemporer.
Al-Qur’an tidak hanya diyakini oleh masyarakat muslim sebagai perkataan Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman hidup, tapi Al-Qur’an juga dipersepsikan sebagai problem solving terhadap beragam persoalan. Alquran bisa berfungsi sebagai pembela kaum tertindas, penggagas perubahan, pengerem tindakan zalim, penyemangat perubahan, penenteram hati, dan bahkan obat (shifa’) atau penyelamat dari malapetaka. Mereka mentransformasikan teks Alquran menjadi sebuah objek yang bernilai dengan sendirinya dan ‘hidup’. Alquran diresepsi oleh masyarakat sebagai sesuatu yang sakral dan memiliki kekuatan yang dahsyat.
Salah satu sakralitas masyarakat terhadap Alquran adalah tertuang dalam bentuk rajahan. Rajah merupakan azimat yang biasa ditulis dengan menggunakan huruf hijaiyyah, ayat-ayat Alquran, atau angka-angka Arab. Rajah ini diyakini memiliki kekuatan magis yang dapat memberikan perlindungan dan ilmu kedigjayaan kepada pemiliknya | en_US |