Peran Tokoh Agama dalam Menanggulangi Nikah Siri di Kota Samarinda
Abstract
ABSTRAK
Mohammad Syahrul Wardana, 2021. “Peran Tokoh Agama dalam Menanggulangi Nikah Siri di Kota Samarinda”. Tesis. Program Studi Hukum Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. H. Muhammad Tahir, MM, sebagai pembimbing I dan Maisyarah Rahmi Hs, Lc., MA., Ph.D, sebagai pembimbing II.
Pernikahan siri merupakan pernikahan yang hanya memenuhi syarat dan rukun dalam agama Islam dan tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga mengakibatkan terabaikannya hak anak dan istri. Terlebih pula angka nikah siri di Kota Samarinda sudah mencapai 900an. Padahal peraturan mengenai perkawinan sudah cukup jelas dalam mengatur masalah nikah siri. Sehingga, perlu dilakukan tindakan serta upaya preventif yang melibatkan tokoh agama sebagai pihak yang berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat setelah pemerintahan.
Adapun penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yang menggunakan fakta di lapangan, data nikah siri di Pengadilan Agama Samarinda, fatwa MUI dan pendapat para ulama. Kemudian fakta data dan fatwa tersebut diinformasikan kepada narasumber untuk diketahui bagaimana sikap serta usaha yang dilakukan guna mengurangi pernikahan secara siri. termasuk pula mengenai faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh para narasumber dalam menanggulangi nikah siri. Kemudian pada pemikiran tokoh agama dianalisis seacara induktif sehingga didapatkan data yang diinginkan.
Hasil penelitian ini menerangkan bahwa para tokoh agama sepakat menolak pernikahan siri baik secara lisan maupun tulisan, Dalam mencegah nikah siri mereka memberikan sosialisasi serta pemahaman mendasar terkait hukum nikah siri dalam Islam dan UU pernikahan. Serta dampak negatif dari nikah siri. Selain itu mereka juga membangun hubungan komunikasi antara masyarakat dan aparat terkait. Meskipun demikian, persoalan nikah siri masih belum bisa secara tuntas untuk dihilangkan dikarenakan faktor, pendidikan yang berbeda-beda, minimnya ilmu agama maupun UU Pernikahan. Serta masih adanya kebiasaan nikah siri, ditambah adanya pergaulan bebas, dan juga adanya faktor ikatan dinas dan pendidikan, yang terahir adalah sulitnya mendapat ijin poligami.