Overthinking dalam Al-Qur’an Perspektif Buya Hamka pada Tafsir Al-Azhar
Abstract
ABSTRAK
Amirah Sahda Argaricha, 2023. Overthinking dalam Al-Qur’an Perspektif Buya Hamka pada Tafsir Al-Azhar. Skripsi, Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah Univeritas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Hj. Noorthaibah, M.Ag dan Rini Fitriani Permatasari, S.Psi., MA.
Overthinking berkaitan erat dengan suudzan dikarenakan memiliki dampak buruk yang disebabkan karena pemikiran berlebih yang tidak sesuai kenyataan. Dalam Al-Qur’an terdapat term-term dzan yang mewakili penjelasan overthinking, seperti pada QS. Yunus : 36, QS. An-Nur : 12, QS. Al-Hujurat : 12 dan QS. AnNajm : 28. Tujuan penelitian untuk mengetahui pandangan Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar mengenai overthinking.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif Library Research, pengumpulan data-data diperoleh melalui studi dokumen yang bersumber dari ayat al-Qur’an dan kitab tafsir al-Azhar. Adapun analisis data berupa pemaparan ayat al-Qur’an mengenai overthinking, analisis ayat terhadap kitab tafsir al-Azhar dan pendeskripsian ruang lingkup overthinking menurut penafsir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 ayat overthinking yang dikaji oleh peneliti dengan term su’udzan dalam al-Qur’an, yakni QS. Yunus : 36, QS. An-Nur : 12, QS. Al-Hujurat : 12 dan QS. An-Najm : 28. Menurut Buya Hamka, su’udzan atau overthinking ialah berprasangka buruk, baik pada diri sendiri maupun orang lain yang dapat menimbulkan tuduhan dan bisa menghancurkan keimanan seseorang. Akar pembahasan antara keduanya sama, yakni berlebihan dalam memikirkan suatu hal yang mengarah kepada keburukan, tanpa dasar yang nyata dan jelas. Islam menganjurkan kepada orang yang beriman untuk berbaik sangka kepada sesama mukmin lainnya dan mengukur setiap kejadian yang terjadi pada saudara mukminnya dengan membandingkan jika hal tersebut terjadi pada dirinya. Dalam Islam, seseorang tidak diperbolehkan memiliki prasangka-prasangka buruk karena akan membawa diri kepada kefasikan. Pemujaan dan peribadahan orang musyrik dilandasi oleh suatu sangkaan atau dzan dan bukanlah karena suatu keyakinan untuk meraih jalan yang benar. Maka, perbuatan tanpa adanya dasar yang jelas serta menuruti prasangka hanya akan membuat suatu perbuatan semakin kacau tanpa adanya penyelesaian.