dc.description.abstract | Mardhatillah Ali, 2023. “Analisis Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-005/DJ.III/HK.007/10/2021 tentang Pernikahan dalam Masa Idah Istri Perspektif Maqāṣid Syarī’ah Imām Al-Syāṭibī”. Tesis. Program Studi Hukum Keluarga, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Abnan Pancasilawati, M.Ag, sebagai pembimbing I dan Dr. Mursyid, M.S.I, sebagai pembimbing II.
Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor:
P-005/DJ.III/HK.007/10/2021 tentang Pernikahan dalam Masa Idah Istri memiliki tujuan untuk memperjelas prosedur pencatatan pernikahan suami yang akan menikah dalam masa idah istrinya. Di antara ketentuannya terdapat pelarangan pernikahan suami dalam masa idah istri. Pelarangan tersebut menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, ketua dan penghulu KUA bahkan di kalangan peneliti, munculnya kontroversi ini dipicu oleh pertanyaan ada atau tidaknya idah bagi laki-laki. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perspektif ulama terhadap pernikahan suami dalam masa idah istri serta untuk mengetahui perspektif maqāṣid syarī’ah Imām Al-Syāṭibī terhadap Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-005/DJ.III/HK.007/10/2021 tentang Pernikahan dalam Masa Idah Istri.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan pendekataan konseptual. Bahan hukum dalam penelitian ini adalah Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-005/DJ.III/HK.007/10/2021 tentang Pernikahan dalam Masa Idah Istri, kitab-kitab fikih munākaḥāt, kitab al-Muwāfaqāt serta karya ilmiah lainnya dengan topik idah. Berdasarkan bahan hukum tersebut maka dilakukan analisa hukum dengan menggunakan metode induktif untuk memperkuat analisis perspektif maqāṣid syarī’ah terhadap Surat Edaran tentang Pernikahan dalam Masa Idah Istri.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama: Ulama dari keempat mazhab berpendapat tidak ada larangan suami menikah dalam masa idah istri kecuali pada dua kondisi yaitu jika calon istrinya adalah mahram dari bekas istri dan jika suami telah memiliki empat istri kemudian menceraikan salah satunya, sementara beberapa aktivis gender seperti Musdah Mulia berpendapat suami juga memiliki masa idah. Kedua: Substansi Surat Edaran ini relevan dengan prinsip maqāṣid syarī’ah Imām al-Syāṭibī baik menurut perspektif maqāṣid kulliyyah maupun juz’iyyah dimana setiap ketentuannya dapat memelihara agama, jiwa, keturunan, akal dan harta, termasuk ketentuan yang melarang suami menikah dalam masa idah istri pada perceraian talak raj’ī juga relevan dengan konsep maqāṣid syarī’ah. | en_US |