Show simple item record

dc.contributor.authorAzzahra, Renalda Wafiq
dc.date.accessioned2024-02-16T02:37:33Z
dc.date.available2024-02-16T02:37:33Z
dc.date.issued2023-10-26
dc.identifier.urihttp://repository.uinsi.ac.id/handle/123456789/4046
dc.description.abstractABSTRAK Renalda Wafiq Azzahra, 2023. “Penerapan Sanksi Pidana Pada Pelaku Perdagangan Telur Penyu di Kabupaten Berau (Studi Penerapan Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya dan Ekosistemnya)”. Skripsi, Program Studi Hukum Tata Negara, Jurusan Pidana Politik Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Lilik Andaryuni, M.SI selaku dosen pemimbing I dan Ibu Dewi Maryah, S.H., M.H selaku dosen pemimbing II. Walaupun Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya telah berlaku di Indonesia namun pelanggarannya masih ditemukan di Kecamatan Tanjung Redeb Kabupaten Berau, yaitu adanya transaksi jual beli telur penyu untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui bagaimana penerapan dan hambatan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 terhadap pelaku perdagangan telur penyu serta pandangan Hukum Islam terhadap larangan perdagangan telur penyu, sehingga permasalahan ini menarik untuk diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian jenis empiris dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, dengan pendekatan yuridis empiris, dengan sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian Teknik analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kemudian penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Penerapan sanksi yang termuat pada pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 4 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya polisi mencari tahu kebenaran dari informasi yang diterimanya kemudian melakukan penyelidikan, penangkapan dan penyitaan barang bukti berupa Telur Penyu dan juga berupaya dengan melakukan berbagai macam sosialisai dan penyuluhan hanya saja penerapannya belum baik. 2) Faktor penghambat adalah kuantitas penegak hukum yang belum memadai disbanding dengan luasanya wilayah, selanjutnya sarana dan prasarana seperti kapal laut untuk patroli yang belum memadai, kurangya kesadaran hukum pada Masyarakat dan juga faktor kebudayaan masyarakat, sehingga pasal tersebut belum dapat diterapkan dengan baik. 3) Pandangan Hukum Islam terhadap larangan perdagangan telur penyu yang diatur Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 sesuai dengan konsep maslahah mursalah yang dikemukakan al-Ghazali. di dasarkan pada pertimbangan kemaslahatan guna memberikan manfaat dan menghindarkan dari kemudharatan, bahwasanya lingkungan hidup merupakan salah satu tujuan syari‟at sehingga perlu adanya larangan dan peraturan agar menjaga kelestarian hidup demi kelangsungan mahluk hidup lainnya khususnya hewan penyu yang hampir mengalami kepunahan dan dilindungi oleh Undang-Undang.en_US
dc.publisherUINSI Samarindaen_US
dc.subjectSanksi Pidana, Perdagangan Telur Penyuen_US
dc.titlePenerapan Sanksi Pidana Pada Pelaku Perdagangan Telur Penyu di Kabupaten Berau (Studi Penerapan Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya dan Ekosistemnya)en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record