KAJIAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA SAMARINDA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PRESPEKTIF MAQASHID SYARIAH ( Studi Putusan Nomor Perkara 41/G/2017/Ptun.Smd )
Abstract
Abstrak
Aldi Saifullah Liga, 2023. Kajian Yuridis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Dalam Penyelesaian Sengketa Kepegawaian Perspektif Maqashid Syariah (Studi Putusan Nomor Perkara 41/G/2017/PTUN.Smd). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Lilik Andar Yuni, S.HI, M.Si dan Bapak Suwardi Sagama, S.H., M.H.
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya Surat Keputusan Bupati Berau yang tidak sesuai dengan pasal 23 ayat (3), pasal 24 ayat (1), (2), pasal 25 ayat (1), (2) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil atas pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atas nama Drs. H. Zulfikar.
Jenis penelitian ini adalah hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan kasus. Pendekatan ini dilakukan untuk menelaah isu hukum yang menjadi putusan hakim dalam perkara Nomor 41/G/2017/PTUN.Smd. Sumber data yang diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dalam penelitian hukum normatif. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Data kepustakaan diperoleh dengan penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.
Hasil dari penelitian ini adalah menganalisa pertimbangan hakim dalam putusan perkara Nomor 41/G/2017/PTUN.Smd. Hakim sebagai pemutus perkara dalam permasalahan ini melihat dari dua aspek yaitu aspek prosedur dan aspek kewenangan. Pada aspek prosedur, hakim mempertimbangkan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang seharusnya menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Sedangkan pada aspek kewenangan, hakim mempertimbangkan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang dimana telah terjadi pergeseran norma hukum dalam hal kewenangan.
Dengan penerapan teori Maqashid Syariah dalam permasalahan ini, hakim sebagai pemutus perkara harus bisa mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat dalam setiap putusannya. Adanya ketidaksesuaian putusan yang dilakukan oleh hakim, maka dapat dikatakan hakim tidak melakukan apa yang dijaga dalam Maqashid Syariah. Khusus pada permasalahan ini, maka pertimbangan kemaslahatan yang perlu dijaga adalah hifz nafs (menjaga kemaslahatan jiwa) dan hifz aql (menjaga kemaslahatan akal). Dapat dilihat dari pertimbangan hakim pada permasalahan ini menggunakan pertimbangan yang dilihat dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, seharusnya menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Maka dapat disimpulkan hakim dalam permasalahan ini tidak menjaga apa yang diterapkan dalam Maqashid Syariah yaitu hifz nafs (menjaga kemaslahatan jiwa) dan hifz aql (menjaga kemaslahatan akal).