PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG KONSEP TEOLOGI NEW AGE SPIRITUALITY
Abstract
Muhammad Arief Rahman, 2024. “Perspektif Al-Qur’an Tentang Konsep Teologi New Age Spirituality.” Skripsi, Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Jurusan al-Qur’an Hadis, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Abdul Majid, M.A dan Bapak Syahrial, M.Ud.
Latar belakang penelitian ini didasari oleh semakin maraknya praktik-praktik terapi yang menggabungkan berbagai ajaran agama lain. Penggabungan ini – bagi sebagian orang – dikarenakan adanya pemikiran bahwa setiap agama itu sama saja, Tuhannya pun satu, cuma berbeda nama saja. Hal ini kemudian menimbulkan sikap acuh tak acuh terhadap agama, sehingga muncullah istilah “spiritual tanpa agama” yang cukup populer di Barat. Penelitian ini mengkaji perspektif al-Qur’an terhadap konsep New Age Spirituality (NAS) yang dianggap dapat membahayakan akidah seorang Muslim. Fokus utama penelitian adalah menjelaskan apa itu NAS, melihat sejarahnya, menganalisis ajaran-ajarannya, kemudian menyelidiki pandangan al-Qur’an terkait ajaran NAS tersebut.
Penelitian ini menerapkan jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun sumber data primernya adalah al-Qur’an dan sumber sekundernya adalah buku-buku ataupun karya ilmiah yang terkait. Hasil penelitian ini dianalisis dengan metode content analysis (analisis konten).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islam dan New Age Spirituality (NAS) memiliki pandangan yang berbeda. Pertama, konsep Tuhan NAS adalah panteisme (semua adalah Tuhan), sedangkan Islam mengajarkan bahwa Tuhan memiliki zat yang tunggal serta wujud yang metafisik (QS. al-Naḥl: 48–49 dan QS. al-Anbiyā’: 22). Kedua, ajaran NAS ini menganggap agama-agama lain itu menanamkan perpecahan, karena masing-masing menganggap dirinya benar. Padahal agama Islam selalu menekankan kedamaian dan keharmonisan (QS. al-Mumtaḥanah: 8). Ketiga, NAS berkeyakinan bahwa semua orang dapat menjadi nabi. Sedangkan dalam Islam, kenabian hanya bisa didapat melalui wahyu dari Ilahi yang diberikan kepada orang-orang pilihan saja, kemudian sebagai seorang Muslim wajib mengimani Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir (QS. al-Fāṭir: 24). Keempat, NAS mempercayai reinkarnasi. Sedangkan Islam menolak reinkarnasi dan hanya percaya pada balasan perbuatan dari Tuhan, yaitu berupa surga atau neraka (QS. al-Sajdah: 19–20). Implikasinya terhadap masalah sosialnya menunjukkan bahwa para pengikut NAS tidak lebih peduli dibanding orang yang mengaku beragama. Kemudian implikasi terhadap masalah akidah menunjukkan bahwa bukti orang itu masih beriman atau sudah kafir adalah penerimaan mereka terhadap Rasulullah saw sebagai nabi terakhir. Adapun t