RELASI MUBA<DALAH ANTARA MANUSIA DAN ALAM DALAM TAFSIR AYAT-AYAT EKOLOGI
Abstract
Abdul Harun, 2022. “Relasi Mubādalah Antara Manusia dan Alam dalam Tafsir Ayat-ayat Ekologi”. Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Mursalim, M.Ag dan Hudriansyah, Lc., MA.
Isu krisis lingkungan hidup menjadi salah satu isu penting yang dihadapi oleh seluruh umat manusia. Persoalan lingkungan seperti pemanasan global, perubahan iklim, krisis air, krisis energi, dan kerusakan lingkungan lainnya dinilai akibat perilaku manusia yang cenderung eksploratif-destruktif kepada alam. Padahal, Al-Qur’an telah menggariskan nilai dasar dan hukum praktis dalam mengelola lingkungan, meliputi prinsip yang mendasari pemanfaatan potensi alam sekaligus pemeliharaannya. Namun demikian, terdapat hipotesis bahwa pemahaman agama justru berpotensi membentuk cara pandang yang kurang harmonis terhadap alam.
Sehingga untuk memahami relasi manusia dan alam, penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an tentang lingkungan serta kitab-kitab tafsir klasik dan kontemporer sebagai sumber primer penelitian. Sedangkan sumber sekundernya ialah beberapa literatur berupa buku, jurnal, artikel, maupun internet yang berkaitan dengan tema. Dengan menggunakan teori qirā’ah mubādalah, studi ini menawarkan konsep alternatif dalam menelaah ayat-ayat terkait hubungan manusia dan alam dengan prinsip kesalingan, keadilan, dan keseimbangan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat problem krusial antara relasi manusia dan alam, sebab dalam penafsiran ayat-ayat lingkungan ditemukan pemaknaan yang cukup beragam. Mufassir klasik memaknai ayat-ayat penundukkan alam (sakhkhara) dengan memposisikan manusia sebagai subyek atau pusat dari alam semesta, dan alam diposisikan sebagai objek untuk dimanfaatkan. Hal ini menyebabkan potensi untuk melahirkan cara pandang yang antroposentris terhadap alam. Akan halnya relasi manusia dan alam, mufassir kontemporer memaknai pengangkatan manusia pada posisi khalīfah sebagai pengelola alam raya dengan diberikannya potensi akal. Hal ini mengindikasikan bahwa, bersama kekhalīfah-an, manusia bukanlah penguasa alam, namun justru berkewajiban memelihara alam sekitar.
Oleh sebab itu, dalam perspektif relasi mubādalah sebagai pondasi kesalingan dan keseimbangan, manusia dan alam pada hakikatnya adalah setara. Sehingga, bila manusia mampu untuk menjaga dan melestarikan alam, maka alam akan turut membantu manusia dengan menyediakan beragam fasilitas hasil alam sebagai pemenuhan kebutuhan kehidupan. Inilah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam konsep tersebut, manusia dan alam bukan hanya memiliki visi dan nilai yang sama dalam interaksinya, namun juga dapat berkembang pemaknaannya dalam melakukan hubungan dan kerja-kerja kesalingan, yakni saling membantu, saling melengkapi, dan saling membutuhkan.