KEPEMIMPINAN RATU BALQIS DALAM AL-QUR’AN ANALISIS QS. AN-NAML AYAT 23-44
Abstract
Raudhatul Amanah, 2024. “Kepemimpinan Ratu Balqis dalam Al-Qur’an Analisis QS. An-Naml Ayat 23-44” Skripsi, Qur’an Hadis, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Hj. Sitti Saghirah, M.Ag. dan Riska Dwi Agustin, S.Hum., M.A.
Latar belakang penelitian ini adalah dalam banyak tafsir terdahulu, kisah Ratu Balqis dikisahkan sebagai seorang perempuan yang sukses memimpin sebuah negeri. Tidak ada satupun tafsir yang tidak mengakui kebenaran kisah Ratu Balqis ini. Dalam QS. An-Naml [27]: 23-44 diceritakan adanya seorang ratu yang berhasil memimpin suatu kerajaan yang dalam Al-Qur’an digambarkan sebagai ‘arsyun ‘aẓim. Hal ini memperlihatkan adanya apresiasi Al-Qur’an terhadap seorang perempuan yang mampu dan berhasil menjadi pemimpin.
Tujuan penelitian mengenai kepemimpinan Ratu Balqis dalam Al-Qur’an yaitu untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan perempuan menurut Al-Qur’an, untuk mengetahui bagaimana konsep kepemimpinan Ratu Balqis, dan mengidentifikasi apa ibrah atas kepemimpinan Ratu Balqis dalam Surah An-Naml.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tahlili atau memaparkan segala aspek yang tercakup dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, dengan jenis penelitian library research atau penelitian kepustakaan. Maka peneliti sangat memerlukan sumber data yang meliputi data primer dan sekunder.
Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu mendeskripsikan bahwa sosok Ratu Balqis adalah seorang perempuan yang memimpin kerajaan yang makmur. Meskipun banyak pendapat yang kontra akan kepemimpinan perempuan atau atas kepemimpinan Ratu Balqis, akan tetapi Ratu Balqis diakui merupakan seorang pemimpin yang ideal, piawai dalam berpolitik, dan memiliki kapabilitas untuk menanggung beban pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari kepemimpinannya, yaitu pemimpin yang bijaksana, demokratis, cinta damai dan diplomasi, serta cerdas dan teliti. Namun, kelebihan ini tidak membuatnya besar kepala, bahkan ia mau menerima dakwah Nabi Sulaiman untuk meninggalkan agamanya yang menyembah matahari lalu beriman kepada Allah SWT.