SISTEM BAGI HASIL PENGELOLAAN LAHAN PARKIR OBJEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN MARANGKAYU (ANALISIS FIKIH MUAMALAH)
Abstract
Sulviani Rahman, 2023. Sistem Bagi Hasil Lahan Parkir Objek Wisata Pantai di Kecamatan Marangkayu (Analisis Fikih Muamalah). Skripsi, Jurusan Muamalah, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Pembimbing I Bapak Dr. Iskandar, M.Ag. dan Bapak Abd Syakur, Lc., M.H.
Latar belakang penelitian tentang bagi hasil usaha yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian dan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad. Seiring meningkatnya perkembangan pantai membuat pengunjung dan pemakai kendaraan bertambah yang menimbulkan terjadinya kepadatan untuk akses keluar masuk kendaraan, maka tempat objek wisata menyediakan lahan parkir untuk menampung atau penitipan kendaraan yang bersifat berhenti sementara. Penelitian ini menjawab rumusan masalah: 1) Bagaimana pelaksanaan kerjasama bagi hasil pengelolaan lahan parkir objek wisata pantai di Kecamatan Marangkayu? 2) Bagaimana analisis Fikih Muamalah terhadap sistem bagi hasil pengelolaan lahan parkir objek wisata pantai di Kecamatan Marangkayu?
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data primer dalam penelitian ini ialah pemilik lahan dan tukang parkir, sedangkan sumber data sekunder ialah buku, jurnal, dan penelitian terdahulu. Proses pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi data.
Hasil penelitian tentang sistem bagi hasil antara penjaga parkir dan pemilik lahan parkir di Desa Kersik Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan bahwa sistem bagi hasil lahan parkir dilakukan oleh pemilik lahan dan penjaga parkir, di mana Pak Idris sebagai pemilik modal menyerahkan lahan parkir untuk dikelola oleh Pak Dede dengan sistem pembagian hasil 50:50%. Hal ini masuk dalam kategori akad mudharabah yang menurut sebagian ulama membolehkan modal berupa aset, tidak harus berupa uang. Sistem bagi hasil seperti yang disebutkan di dalam kesimpulan nomor satu dianggap sah karena sudah memenuhi semua persyaratan yang ada dalam akad mudharabah.