PROFESI JURU PARKIR LIAR PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Analisis Pendapat Ulama MUI Samarinda) Diajukan untuk Diseminarkan pada Seminar Hasil Penelitian di Depan Pembimbing Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda
Abstract
Dinah Lidiawati, 2018. “Profesi Juru Parkir Liar Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis Pendapat MUI Kota Samarinda)”. Skripsi, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. H. Moh. Mahrus, S.Ag., M.HI. dan H. Khairuddin, Lc., M.A.
Keberadaan juru parkir di Kota Samarinda cukup memberikan dampak positif dalam membantu merapikan dan mengawasi kendaraan masyarakat yang memarkirkan kendaraannya, sehingga dapat memperlancar arus kendaraan yang melintas. Namun demikian, untuk tetap menjaga kedisiplinan, pemerintah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Penataan Parkir. Meskipun begitu, masih banyak dijumpai juru parkir liar dengan tidak mengenakan seragam, tidak memberikan karcis bahkan uang hasil retribusi yang mereka dapat menjadi milik pribadi, padahal uang hasil retribusi parkir merupakan Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Penataan Parkir terhadap juru parkir liar, serta mengetahui pendapat Majelis Ulama Indonesia Kota Samarinda terhadap profesi seseorang bekerja sebagai juru parkir liar dalam hukum Islam.
Penyusun menggunakan metode penelitian empiris yang disebut juga sebagai jenis penelitian lapangan karena dalam mencari dan mengumpulkan data yang terjadi di masyarakat dilakukan melalui tahapan observasi langsung ke lapangan dan wawancara kepada Majelis Ulama Indonesia Kota Samarinda sebagai sasaran utama untuk menanggapi hukum yang terjadi dalam aktivitas juru parkir liar.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah, seseorang dikatakan sebagai juru parkir liar jika tidak melakukan pendaftaran sebagai juru parkir, tidak mengenakan seragam serta atribut tanda pengenal, tidak memiliki Surat Perintah Tugas, tidak memiliki karcis, dan tidak menyetorkan uang hasil retribusi. Pendapat Ulama MUI terbagi menjadi dua yaitu: pekerjaan juru parkir liar dibolehkan karena keadaannya disamakan dengan menolong orang lain dalam kebaikan dan memberikan kemaslahatan bagi khalayak. Selanjutnya, pekerjaan sebagai juru parkir liar tidak diperbolehkan karena tidak mentaati peraturan yang telah dibuat oleh ulil amri yang merupakan kewajiban seorang muslim, sebab peraturan tersebut tidak bertentangan dengan syariat dan tidak mengajak kepada kemaksiatan. Maka dengan alasan inilah Ulama MUI Kota Samarinda menyatakan pekerjaan sebagai juru parkir liar tidak dibolehkan dan keadaannya disamakan dengan bekerja tanpa mentaati peraturan ulil amri.