Show simple item record

dc.contributor.authorMuri'ah, Siti
dc.date.accessioned2020-07-16T06:51:46Z
dc.date.available2020-07-16T06:51:46Z
dc.date.issued2019-11
dc.identifier.isbn978-602-313-484-7
dc.identifier.urihttp://repository.iain-samarinda.ac.id/handle/123456789/722
dc.description.abstractModel penyelenggaraan pendidikan di sekolah perbatasan telah memadukan dua kategori yakni sekolah formal dengan asrama. Menurut penulis, strategi ini cukup relevan mengingat bahwa, jarak tempuh anak-anak yang bersekolah terbilang jauh dengan medan yang cukup berbahaya melintasi perbatasan tanpa permit. Hadirnya boarding school ini tentu akan lebih meringankan beban anak dan juga dapat lebih mengintensifkan proses belajar dan pembinaan di luar jam formal. Strategi sekolah dalam membangun kemitraan yakni dengan mengembangkan 4 hal, yaitu: relevansi yaitu, bahwa pendidikan yang diselenggarakan dapat menjawab kebutuhan masyarakat terhadap bentukan siswa ketika mereka bersekolah baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Kualitas yaitu sekolah dapat menghadirkan model penyelenggarakan pendidikan yang dapat merubah anak didik menjadi lebih baik, dalam konteks pendidikan perbatasan pemberdayaan anak dengan ragam keilmuan serta menumbuhkan rasa cinta tanah air. Otonomi kelembagaan yaitu sekolah menjadi dapat menjadi pelopor kepedulian terhadap nasib dan masa depan anak-anak perbatasan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu. Pola pendidikan yang diterapkan di wilayah perbatasan yang diterapkan antara lain, pendikan wawasan kebangsaan guna menanamkan kecintaan terhadap NKRI karena rentannya pergeseran sikap dan patriotisme di wilayah perbatasan. Mengingat bahwa, di wilayah perbatasan Indonesia yang sangat memperihatinkan dengan fasilitas yang terbatas, akan sangat mudah menggoyahkan rasa cinta tanah air utamanya bagi anak-anak TKI. Selain itu menanamkan pendidikan agama khususnya bagi anak usia skeolah dasar, karena minimnya pendidikian agama yang mereka terima di camp-camp tempat orang tua mereka bekerja, utamanya pendidikan akhlakul karimah. Di lingkungan tempat tinggal mereka sudah terbiasa mendengarkan perkataan serta menerima perilaku kasar termasuk kesadaran akan mengamalkan ajaran agama yang masih rendah. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam mengembangkan sekolah yaitu faktor geografis karena infrastruktur yang sangat terbatas serta jarak yang cukup jauh. Selain itu, minimnya tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional, karena kesadaran para calon tenaga pendidik dan kependidikan untuk mau mengabdi di wilayah perbatasan. Selain itu ketersedian sapras yang kurang memadai. Selain itu adanya dekadensi cinta tanah air, problem religiusitas serta minimya dukungan dari pemerintah pusat dan daerah.en_US
dc.publisherAr-Ruzz Mediaen_US
dc.subjectPendidikan, Perbatasan, Strategi Pengembanganen_US
dc.titleStrategi Pengembangan Pendidikan Wilayah Perbatasanen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record