Show simple item record

dc.contributor.authorAshary, Sayyidil Haqqy
dc.date.accessioned2023-07-21T02:35:33Z
dc.date.available2023-07-21T02:35:33Z
dc.date.issued2023-04-06
dc.identifier.urihttp://repository.uinsi.ac.id/handle/123456789/3215
dc.description.abstractABSTRAK Sayyidil Haqqy Ashary, 2023. “Persepsi Kepala KUA Kota Samarinda terhadap Kedudukan Wali Nikah bagi Anak Hasil Nikah Siri dalam Tinjauan Maqashid Syariah”. Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Jurusan Ilmu Syariah, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Drs. H. Materan, M.H.I, selaku pembimbing I dan Akhmad Sofyan, S.H.I, M.H. selaku pembimbing II. Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan persepsi antar KUA di Kota Samarinda dalam memandang kedudukan wali nikah bagi anak pernikahan siri, dan berdasarkan pengamatan peneliti persepsi Kepala KUA dibagi menjadi dua, persepsi pertama mengatakan bahwa kedudukan wali nikah itu bisa diwalikan kepada ayahnya meskipun orang tuanya itu melakukan nikah siri secara sah oleh agama, namun tidak tercatat oleh negara, kemudian persepsi kedua berpendapat bahwa seorang ayah itu tidak dapat menjadi wali walaupun nikahnya secara agama sah akan tetapi tidak tercatat, maka berdasarkan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persepsi Kepala KUA yang ada di Kota Samarinda dengan tinjauan maqashid syariah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan empris normatif. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala KUA dan pelaku nikah siri di Kota Samarinda. Objek penelitian ini mengenai kedudukan wali bagi anak pernikahan siri. Teknik analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan, memaparkan dan menganalisis hasil dari penelitian dengan tinjauan maqashid syariah. Hasil dari penelitian ini peneliti melihat persepsi Kepala KUA di Kota Samarinda terbagi menjadi dua, yang pertama menyatakan bahwa orang tua dari anak hasil nikah siri itu dapat menjadi wali karena mereka menganggap bahwa pencatatan pernikahan itu adalah bagian dari syarat administrasi, bukan syarat sahnya perkawinan. Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa pencatatan perkawinan itu bagian dari syarat keabsahannya perkawinan secara hukum agama dan negara sehingga ayahnya tidak boleh menjadi wali kecuali jika ayahnya telah mempunyai kekuatan hukum melalui putusan sidang isbat nikah kedua orang tua tersebut. Peneliti menilai bahwa terhadap dua Persepsi yang ada bahwa persepsi pertama lebih diunggulkan karena termasuk pada maqashid dharuriyat yang mana melihat status wali jika sah secara syariat sudah cukup untuk menjadi wali dengan mempertimbangkan bahwa jika pernikahan anak pernikahan siri ini ditunda, akan berakibat terjadinya nikah siri yang mengakibatkan terhalangnya maqashidsyariah yakni menjaga keturunan. Sedangkan pada pendapat kedua lebih masuk kepada maqashid hajiyah karena bagi anak hasil nikah siri harus menunggu putusan isbat nikah bagi kedua orang tuanya agar bisa menjadi wali dan mengurus administrasi pendaftaran nikah di KUA.en_US
dc.publisherUINSI Samarindaen_US
dc.subjectPersepsi Kepala KUA, Kedudukan Wali Nikah,Anak Hasil Nikah Siri, Maqashid Syariahen_US
dc.titlePersepsi Kepala KUA Kota Samarinda terhadap Kedudukan Wali Nikah bagi Anak Hasil Nikah Siri dalam Tinjauan Maqashid Syariahen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record