Studi Komparatif Pemikiran Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin Terhadap Surat An-Nisā’: 34
Abstract
ABSTRAK
Ahmad Rifa’i, 2017. Studi Komparatif Pemikiran Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin Terhadap Surat An-Nisā’: 34. Skripsi, Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syari’ah dan Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Lilik Andaryuni, S.HI, M.SI dan H. Ashar, M.HI.
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil yang ada di kalangan masyarakat. Salah satu ayat yang membahas masalah di dalam keluarga ialah surat An-Nisā’: 34. Semakin berkembangnya zaman, muncullah pemikiran-pemikiran baru yang berbeda dari penafsiran ulama terdahulu, kemudian mengubahnya dengan metode pemikiran mereka, hal tersebut di antaranya dilakukan oleh Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin sebagai tokoh feminis muslim, khususnya pada penafsiran surat An-Nisā’: 34.
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research), sumber primernya ialah buku karangan Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin. Sebagai buku pembanding ialah buku tafsir karya Imam At-Thabari, Ar-Razi, As-Syaukani, Az-Zamakhsyari dan M. Quraish Shihab. Sedangkan buku-buku sekunder diambil dari beberapa kitab, buku, artikel, skripsi, disertasi, jurnal dan blog atau website terkait judul.
Penelitian ini akan menghasilkan pemikiran dan perbandingan Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin terhadap surat An-Nisā’: 34, serta relevansi pemikiran keduanya terhadap penafsiran Jumhur Mufassirin. Asghar berpandangan bahwa qawwām bermakna pencari nafkah, sedangkan Amina mengakui qawwām sebagai pemimpin (suami), tetapi jika suami tidak mampu menafkahi istri maka dia bukanlah pemimpinnya. Terkait masalah wanita shālihah yang di dalamnya terkandung kata qānitāt, baik Asghar dan Amina tidak menyetujuinya sebagai makna ketaatan istri terhadap suami, karena di dalam Al-Qur’ān menurut Amina tidak ada perintah kepada istri untuk taat kepada suaminya. Terakhir, cara menghadapi istri nusyūz menurut Asghar ialah menasehatinya, berpisah ranjang dan kembali ketempat pembaringan dengan memikirkan solusi lain. Sedangkan Amina ialah menasehatinya, melakukan pisah ranjang dan memukulnya (tidak menyakiti). Dari pemikiran tersebut keduanya menghasilkan kesimpulan yang sama, bahwa pemimpin rumah tangga bersifat kontekstual, yaitu dapat dipimpin oleh suami ataupun istri.
Penafsiran Asghar dan Amina bertentangan dengan penafsiran sebagian besar Jumhur Mufassir bahkan imam As-Syafi’i, hal tersebut terjadi karena metode Asghar dan Amina dalam menafsirkan Al-Qur’ān menggunakan hermeneutika yang ditentang oleh sebagian besar Ulama. Maka jelaslah hasil penafsiran kedua tokoh tersebut akan berbeda dengan penafsiran mayoritas Ulama. Ulama sepakat mengungkapkan suami ialah pemimpin mutlak dalam rumah tangga, wanita shālihah ialah yang ta’at terhadap Allah dan suaminya dan cara menghadapi istri nusyūz ialah menasehatinya, berpisah ranjang dan memukul istri (tidak menyakiti). Semuanya dilakukan dengan bertahap.